Selasa, 22 Februari 2011

Pengaruh Bergiliran Menimang Bayi

Saat semua keluarga berkumpul, semua orang ingin menimang bayi. Apakah hal ini punya dampak buruk?

Berikut ada sebuah cerita yang diceritakan oleh seseorang yang mempunyai teman yang baru saja melahirkan:

---
Teman saya baru saja melahirkan, ketika saya menjenguk dia serta bayinya, saya bertanya bagaimana reaksi mertuanya ketika melihat anggota keluarga terbaru ini.

Sambil memperlihatkan mimik muka dengan mata berbinar, dia memberi tahu saya, bahwa kunjungan mertua adalah hal yang paling melelahkan setelah melahirkan. Bayangkan saja, mereka bertanya, "Mengapa dia (si bayi) tidak mau tersenyum (kepada saya)?" dan "Mengapa dia sering menangis?". Sebagai ibu baru yang masih belum berpengalaman, pertanyaan semacam itu sungguh tidak membantu. Hal lain yang memperburuk keadaan adalah ketika ibu mertua beserta saudara ipar mencuci tangan mereka dengan cairan sanitasi yang mengandung alkohol, sampai-sampai cat kuku mereka menempel pada selimut baru si kecil.

Ada juga teman yang bercerita bahwa dia sampai harus bersabar menahan diri ketika bayinya ditimang bergiliran oleh sanak-saudara yang datang saat merayakan Tahun Baru China. Dengan perasaan resah kalau-kalau sanak-saudaranya sampai menularkan kuman kepada sang bayi, dan cemas memikirkan apakah si kecil nantinya buang air besar akibat ditimang-timang ke sana-sini, teman saya harus berjuang mengatasi rasa keberatan untuk berbagi giliran menimang bayinya.

Orangtua saya sendiri begitu panik ketika menimang bayi saya. Awalnya, setelah mencoba beberapa kali menimang bayi, mereka masih terlihat canggung. Saya berharap pengalaman mereka menimang saya ketika saya masih bayi akan kembali dalam ingatan mereka, tetapi ternyata tidak.

Para nenek-kakek, bibi dan paman, rupanya lupa tentang apa yang mereka rasakan sewaktu menimang anak mereka ketika masih bayi. Tetapi, setelah beberapa minggu pertama setelah lahir, bayi tidak terlalu memilih-milih siapa atau bagaimana cara menimangnya. Dan bayi pun bisa tersenyum, atau mungkin juga tidak. Tetapi ini juga tidak menandakan sebaik apa Anda menimang sang bayi. (Bayi tidak tersenyum sampai mereka berusia sekurangnya 4 minggu. Sebagian bayi baru tertawa setelah beberapa bulan).

Sebelum bayi lahir, tak sekali pun saya ingin menimang bayi. Saya bukan tipe orang yang senang bercanda dengan bayi, lalu muncul sifat keibuan saat melihat bayi. (Sampai saat ini pun saya tetap seperti itu.) Sebenarnya saya merasa takut, sungguh takut menimang bayi. Saya takut sekali kalau saya sampai menggencet atau menjatuhkan bayi. Intinya, saya takut berhubungan dengan mahluk kecil ini karena saya tidak tahu bagaimana cara berkomunikasi dengannya.

Setelah seorang bayi lahir, semua ini berubah. Sebagian karena rasa percaya diri yang baru tumbuh saat saya menimang bayi, tetapi yang terutama karena ternyata saya merasakan hal yang sangat nyaman dan hangat ketika menimang bayi yang begitu mungil Saya tidak selalu meminta untuk menimang apabila saya melihat seorang bayi - khawatir, kalau-kalau sang ibu memiliki perasaan yang agak protektif terhadap bayinya. Namun saya sekarang mengerti seperti apa suka cita yang dirasakan para kerabat dan teman saya apabila mereka melihat seorang bayi.
---

Dari cerita tersebut memberikan pesan kepada kita bahwa bergiliran menimang bayi bisa membuat efek buruk bagi kesehatan si bayi, seperti terkena kuman karena sipenimang tidak bebersih diri terlebih dahulu setelah dari perjalanan/luar.

Efek lainnya adalah cara/posisi menimang yang kurang baik akan memberi rasa tidak nyaman bahkan bisa cidera bagi si bayi.

Semoga bermanfaat.

2 komentar:

  1. hmm ini mah mengajarkan individualistis...artikel yang sama sekali tidak menarik

    BalasHapus
  2. itu kayanya nga berpengaruh dech....
    biasanya sifat itu tergantung lingkungan bukan dari di gendong ato nga...

    BalasHapus